21 April Harinya “Perempuan” Kartini


Berkas:Habis gelap terbitlah terang.jpg
Sampul buku versi Armijn Pane
Pribadi seorang perempuan zaman ini, memang sudah diperhitungkan. Sejak RA. Kartini mendobrak tradisi pendidikan yang mendiskriminasikan perempuan, demi mendapatkan pendidikan yang layak dan sama dengan kaum adam. Semenjak masanya, kartini telah menorehkan sejarah panjang untuk perempuan masa depan. Kegigihan dan pengabdiannya demi ilmu pengetahuan yang dipersembahkannya untuk kaum hawa, menjadi moment sakral  dan tertuliskan tinta emas dalam sejarah. Peringatannya pun masih bergaung sampai abad 20.

Perjuangan tanpa pamrih membuat Kartini selalu dikenang. Kontribusinya dalam dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan telah membawanya menjadi pelopor dan pembangkit kemajuan perempuan masa itu. Lalu seberapa kuatkah perjuangan Kartini melekat pada perempuan-perempuan zaman ini? Tak bisa dipungkiri bahwa masa ini perempuan memiliki porsi cukup besar dalam lingkaran sosialisasi masyarakat pribumi ataupun masyarakat asing. Perempuan masa kini bebas menempuh pendidikan layaknya kaum adam. Baik jenjang formal ataupun informal dan berpeluang mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya.

Mereka juga hadir dalam berbagai lini peran. Keterlibatannya dalam dunia pendidikan. sosial. lingkungan dan pemerintahan dinilai cukup tinggi. Terkadang ada peran besar yang disandang seorang perempuan. Namun dalam hierarki paling bawah, masih banyak perempuan yang tidak mengenal baca tulis, mengenyam pendidikan dan berwawasan. Mereka hanya digunakan sebagai simbol dalam tatanan masyarakat. Semua hal yang berkenaan dengan mereka selalu dikaitkan dengan urusan dapur dan kasur semata. Ini membuktikan bahwa perempuan harus lebih peduli terhadap kaumnya sendiri, bukan hanya memikirkan puncak karier dengan posisi yang tinggi.

Kartini bersama suaminya, R.M.A.A.  
Ranah dan Suara Perempuan

Memang banyak ranah yang sudah dimasuki dan digeluti oleh perempuan. Tentunya dengan posisi sama yang terbuka untuk kaum adam. Baik politik, sosial, hukum, lingkungan bahkan agama. Profesi menjadikan perempuan bisa mencapai posisi tertinggi dalam hirearki. Dalam politik, suara perempuan diperhitungkan dan didengar. Jatahnya pun lebih signifikan. 30 persen bukan bilangan yang sedikit, jika dibandingkan masa lampau. Banyak dari perempuan melesat jauh dalam kariernya, pekerjaan maupun status sosial.

Persamaan hak dengan kaum adam menjadi senjata ampuh yang digembar gemborkan. Perempuan berhasrat dan berkeinginan untuk maju dalam berbagai bidang. Tak ayal banyak perempuan memilih bekerja dan mencapai targetnya untuk mencapai kesuksesan. Setiap ranah diselami, masuki dan ditaklukan. Penaklukan demi pembuktian diri bahwa perempuan masa kini tak bisa diremehkan dan haknya pun harus sejajar.

Hari kartini menjadi harinya “perempuan”. Hari pembebasan dari kebodohan, penindasan dan kesetaraan hak. Namun kenyataannya masih banyak perempuan yang mengejar makna pembebasan ini yang disebutnya emansipasi menjadi paradigma yang menyesatkan. Perempuan zaman ini sering menganggap membeda-bedakan dengan kaum adam adalah salah. Padahal kenyataannya bukan membeda-bedakan. Perempuan dan laki-laki memang berbeda. Keduanya memliki beberapa hak dan kewajiban yang kodrati, yang tidak bisa ditukar satu sama lain. Keduanya juga memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing.

Peran Kartini sebagai seorang anak priyayi memang tak menjadikannya berdiam diri. Ranah sebagai seorang pendidik dilakoninya tanpa keluar dari batas kodratinya sebagai seorang perempuan. Bahkan setelah pernikahannya, Kartini tetap menjadi seorang istri yang masih harus tunduk dan patuh terhadap suaminya. Bukan sebagai budak, tetapi sebagai pendamping yang mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan. Kartini tetap mendapatkan haknya untuk belajar dan mengajar, dan suaranya tetap di dengar.

Lalu bagaimana emansipasi dewasa ini telah merenggut perempuan-perempuan penjaga amanah, penentram rumah tangga suaminya dan madrasah pendidikan untuk anak-anaknya. Emansipasi selalu menuntut persamaan dalam hal apapun, baik persamaan hak ataupun persamaan derajat. Bahkan secara spesifik meminta jatah untuk dilibatkan secara penuh. Memang tidak salah, namun terkadang banyak dari mereka yang terjerumus dengan pemikirannya sendiri. Mereka selalu mengatakan semua atas nama perempuan. Kemerdekaan perempuan dinilai dari pribadinya sendiri. Perempuan seyogyanya mengetahui hak dan kewajibannya, bukan hanya posisi yang hendak dicapai.

Pandangan bahwa perempuan selalu di bawah laki-laki juga menjadi permasalahan akut bahwa emansipasi saat ini harus terus digalangkan. Pandangan meremehkan kemampuan perempuan dibanding laki-laki menjadi pemicu dan pengembang paradigma ini muncul dan terkenal. Perempuan secara fisik memang tidak lebih kuat dari laki-laki, namun itulah kondrati. Perempuan zaman ini seharusnya menyadari bahwa ada kemampuan lain yang dipunyanya dan tidak dimiliki laki-laki.


Komentar

Postingan Populer