SANG PENOPANG GERAK!

            Suatu hari Ibu mengajakku untuk cek kesehatan di dokter langganannya. Dengan tenang dan tak banyak bicara, Ibu memberi perintah jelas padaku untuk segera bersiap-siap. Mau tidak mau aku pun menurut. Setibanya di klinik sahabatnya Ibu, dokter cantik nan ayu, dr. Meisya menyapaku hangat.
“Bagaimana sekarang, punggungnya masih sakit?” tanya dr. Meisya padaku
“Lumayan dok, tidak terlalu sakit seperti kemarin, obatnya benar-benar bekerja.”jawabku tenang
“Ehmm … bagus kalau begitu, tetapi tetap ya hari ini kita akan cek laboratorium untuk memastikan semua baik.”tambahnya
Aku dan Ibu hanya mengangguk dan tersenyum. Setelah cek ini itu,dr. Meisya masuk ke ruangannya. Wajahnya sedikit cemas, namun aku tak menghiraukan lebih jauh ekspresi mukanya yang ayu. Aku hanya sibuk BBM dengan Indri, sekeretarisku. Menjadi kepala editor dari penerbit ternama, membuatku sibuk bukan main. Usiaku kini 29 tahun, mendapat karier yang luar biasa dan dengan posisi yang menjanjikan. Kisah percintaanku juga mulus. Akhir tahun ini memang aku dan Rio berencana untuk menikah.
“Rianti, Dewi, kalian sudah boleh masuk.”sapa dr. Meisya pelan.
Aku dan Ibu pun masuk. Di sana tidak hanya ada dr. Meisya namun juga dokter lain yang terlihat lebih tua dengan raut muka yang serius. Dia diperkenalkan dengan nama dr. Afdinal. Tak banyak basa basi. Dokter Afdinal langsung berbicara, kalau aku harus di rawat. Sontak aku dan Ibu terkejut. Dokter Meisya mendekati Ibu dan memintanya tenang. Dia duduk disamping Ibu dan memeluknya. Aku semakin bingung dan tak paham apa maksudnya, kenapa aku harus dirawat?
Dengan nafas yang berat, dokter berperawakan tinggi besar dan berambut tebal itu pun mengatakan kalau aku terkena kanker tulang belakang. Mataku terbelalak tak percaya. Benarkah? Jangan-jangan ini semua hanya mimpi? Suasana hari itu tak dapat aku lupakan. Aura merah, jingga, dan pink baru saja mewarnai hariku karena novel hasil terbitan kami laku keras, apalagi ditambah rencana tanggal pernikahanku yang sudah aku dan Rio tentukkan. Tetapi semua berubah, semua menjadi serba abu-abu bahkan hitam kelam. Aku sakit, Tuhan!
Dua bulan sudah aku menempati kamar VVIP di rumah sakit dekat dengan kantorku. Aku memang workcholic. Sekalipun habis operasi, laptop tetap berada di samping kanan meja kamarku. Berita terkini selalu dikirim Indri setiap saat. Percaya atau tidak, aku begitu yakin aku akan sembuh, apalagi dunia kedokteran sekarang super canggih. Operasi sumsus tulang belakang bisa dibilang sukses tanpa cacat. Tinggal pemulihan kondisiku.
Sakit memang masih terasa. Tetapi yang ada dipikiranku tetap, deadline yang harus aku kejar terus. Aku tak mau kalah dengan kepala editor baru yang menjadi saingan kami. Aku harus memberikan ide segar agar buku-bukuku laris manis bak kacang goreng. Ibu, Ayah dan tentunya Rio terus saja mengingatkanku untuk selalu istirahat dan melupakan sejenak aktivitasku. Namun bukan Rianti namanya jika harus bermalas-malasan sekalipun ketika sakit.
Operasi yang sudah berjalan seminggu, aku isi dengan setumpuk kerjaan yang mengharuskanku begadang setiap malam. Hingga tepat hari kedelapan, aku tak bisa menahan rasa sakit luar biasa. Dokter memeriksaku berulang-ulang. Ini sudah dipastikan tulang punggungmu cedera. Oh Tuhan apalagi ini. Aku hanya bisa bergumam dan mengeluh dengan semuanya. Hari kesembilan sakit itu makin menjadi. Tubuh belakangku tak bisa kugerakan. Untuk bangun saja aku kesusahan. Dokter mengatakan bahwa aku mengalami cedera tulang punggung sekunder untuk contusion atau gegar otak dengan "restitutio iklan integrum" poros tulang belakang. Batinku terkejut bukan main. Ruang kepalaku kosong sejenak. Mataku terdiam tak berkedip, aku merasakan tusukan pisau tajam membelah dadaku dan mengambil jantungku. Semuanya sia-sia. Aku jatuh terlalu jauh, bukan karena operasi akut yang harus aku jalani lagi, namun karena resiko yang akan aku terima. aku tak dapat berdiri setegak seperti dulu, berjalan dengan percaya diri dan melihat jauh kedepan. Penopang hidupku kini hilang. Penopang tubuhku yang tak pernah aku perhatikan. Kini aku bukan Rianti Azis sang kepala editor yang cantik, tinggi semampai dan tegak berjalan. Sekarang aku hanya Rianti Azis yang membungkuk ketika berjalan, bergerak dan beraktifitas. 29 tahun usiaku tetapi seperti 60 tahun sudah.
Aku menyesal dalam diam. Ketika penopang gerak tubuhku menjerit sakit. Siapa yang akan peduli jika pemiliknya sendiri acuh. Bagaimana jika kenikmatan yang kita rasakan dalam bekerja, belajar dan aktivitas lainnya yang membutuhkan tubuh yang sehat dan kuat, tidak diperhatikan oleh sang empunya tubuh. Jawabannya tentulah kenikmatan itu sirna. Kita merawat wajah dengan hati-hati dan seksama. Memprioritaskan dari semua. Namun sang penopang gerak yang tak lain  tulang punggungmu tak kau hiraukan. Mulailah melihat apa yang tidak terlihat, awasi dan perhatikan setiap sinyal rasa sakit yang sampai kepikiranmu, apalagi jika itu berkenaan dengan bagian tubuh belakangmu yakni tulang punggungmu.

Memory of bones

Anda tahu tentang keajaiban tulang. Tulang yang bukan sebarang tulang, namun tulang anak manusia yang dicipta sempurna oleh pemiliknya.
لَيْسَ مِنَ الإِنْسَانِ شَىْءٌ إِلاَّ يَبْلَى إِلاَّ عَظْمًا وَاحِدًا وَهْوَ عَجْبُ الذَّنَبِ ، وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tiada bagian dari tubuh manusia kecuali akan hancur (dimakan tanah) kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor, darinya manusia dirakit kembali pada hari kiamat.” (HR. al Bukhari, nomor 4935).
Manusia sungguh luar biasa,banyak dari jasmani dan ruhaninya yang bisa dipelajari. Manusia memiliki tameng alami yang dibuat khusus oleh sang Penciptanya. Tengok saja diri kita. Dibalik wajah nan cantik dan tampan, didalamnya terdapat bagian-bagian rangka manusia yang berfungsi untuk melindungi otak, mata telinga, hidung dan saluran pernapasan. Rangka tersbut terdiri dari tulang tengkorak wajah yang diselimuti daging. Tak sampai di sana, badan kita pun mempunyai rangka pelindungnya sendiri. Rangka badan itu, sungguh menakjubkan. Rangka badan itu salah satunya adalah ruas tulang belakang.
Banyak yang tidak memperhatikan fungsi tulang belakang. Padahal dialah penopang gerak hidup manusia, untuk menjalankan segala aktivitasnya. Darinya diperoleh perlindungan untuk mendapatkan kekuatan tubuh, melindungi sumsum tulang belakang, dan melindungi tenggorokan dan kerongkongan. Ingatlah kawan, jangan sepertiku, seorang Rianti Azis yang meremehkan setiap tetes nikmatnya sehat. Tulang belakang kita memiliki 33 ruas tulang, yakni 7 ruas tulang leher, 12 ruas tulang punggung, 5 ruas tulang pinggang, 5 ruas tulang kelangkang, dan 4 ruas tulang ekor
Sungguh terperinci bukan? Pencipta kita menjaga keutuhan makhluk ciptaanNya. Seperti keajaiban tulang ekor sebagai permulaan kehidupan anak adam berawal, dalam sebuah hadist, sabda Rasulullah Saw, “Dari tulang ekorlah kalian akan dibangkitkan.” Seperti di kutip dalam oasemani.com disebutkan Ibnu Abdil Bari el ‘Afifi  Asal mula kehidupan bermula dari tulang ekor, dan darinya manusia kelak akan dibangkitkan.” Diantara kesemua tulang yang memiliki fungsi dan perannya masing-masing, tulang punggung adalah tulang yang memiliki ruas terbanyak. Tulang punggung ekstra keras dalam bekerja. Sebagai bagian dari keluarga tulang belakang, tulang punggung mengambil peranan penting dalam menjalankan roda geraknya manusia dalam kehidupan sehari-harinya.

“Telah datang uban dan kerentaan”

             Keduanya adalah tanda kematian. Uban yang berada di kepala kita dan tubuh yang kian hari kian lemah, menjadi tua dan renta. Kini aku renta dalam kesenderian, hilang seperti ditelan lubang hitam angkasa. Rio menjauhiku layaknya tak ada masa depan untukku, namun kini kesadaran penuh dan kematian mendekatiku. Kesadaran untuk ikhlas menerima dan bangkit dari keterpurukan. Hiduplah tanpa ada batas. Sekalipun ragamu terbatas namun jiwamu bisa berkelana.
Jarum jam seakan berhenti berdetak, ketika kubaca berulang kisah yang mampu kupetik setiap kata dan hikmahnya. “Jaman dahulu kala, hiduplah seorang raja yang suatu hari didatangi oleh malaikat pencabut nyawa. Namun sang raja berkata “Jangan sekarang karena aku belum siap dan jika nanti kau datang maka berikanlah tanda untukku.” Malaikat pun menyetujuinya dan berlalu pergi. Hingga bertahun-tahun lamanya, sang raja hidup dengan kemewahan dan kemakmuran. Pada suatu hari malaikat datang kembali. Sang raja tentulah terkejut dan langsung berkata “Bukankah sudah aku bilang, jika datang maka berilah tanda untukku.” Malaikat tersenyum dan menjawab “Sudah … sudah datang tanda itu, bukan satu melainkan dua. Apakah tidak kau lihat rambutmu yang memutih yang tadinya hitam legam? Dan punggungmu yang bungkuk padahal dulu tegak berwibawa.” “Sungguh … manusia itu banyak membantah.
Aku terseyum, mataku basah terairi air mata. Bukan air mata penyesalan, namun air mata keberanian. Aku siap menyongsong hari dengan segala keterbatasan. Karena apa, aku masih memiliki waktu, dan akan kuhargai waktu dengan sangat mahal, dengan kilauan karya dan pemberian-pemberian indah pada setiap orang. Ingatlah kawan kepada Sang Penopang Gerak, agar kau mampu menikmati setiap detik nikmat pemberianNya.








Komentar

Postingan Populer